Bitcoin yang mulai populer di kalangan masyarakat Indonesia ternyata tidak mendapatkan restu dari Bank Sentral Indonesia yaitu BI. Pasalnya dalam waktu dekat Bank Indonesia akan mengeluarkan kebijakan baru yang melarang penggunaan Bitcoin dalam bentuk apapun baik itu investasi maupun sebagai alat pembayaran. Rencananya Bank Indonesia akan mengeluarkan peraturan yang biasa dikenal sebagai Peraturan Bank Indonesia (PBI) untuk melarang seluruh aktivitas yang berkaitan dengan Bitcoin mulai tahun 2018. Bank Indonesia juga meminta kepada merchant untuk tidak menggunakan Bitcoin sebagai alat transaksi. Belum adanya kejelasan mengenai bitcoin merupakan salah satu alasan dikeluarkan peraturan ini. Bank Indonesia tidak akan menanggung risiko yang terjadi dalam penggunaan Bitcoin sebagai media transaksi.
Bitcoin Teridiri Dari Kode-Kode yang Terenkripsi |
Harga Bitcoin terus merangkak naik di tahun ini dengan tingkat imbal hasil lebih dari 1400% dalam setahun ini. Kenaikan harga yang signifikan ini membuat orang-orang berbondong-bondong untuk membeli Bitcoin sebagai salah satu instrumen investasi. Bahkan banyak juga orang Indonesia yang melihat peluang ini memanfaatkan momentum untuk mencari keuntungan dan sudah banyak orang Indonesia yang diuntungkan oleh kenaikan harga Bitcoin. Kenaikan harga Bitcoin yang terjadi secara terus-menerus membuat orang-orang berpikir bahwa harga Bitcoin tidak memiliki batasan tertinggi. Rekor demi rekor terus dipecahkan oleh Bitcoin dan sekilas membuat Bitcoin menjadi investasi yang tidak akan merugikan. Kendati demikian Bank Indonesia tidak memberikan restu yaitu dengan tidak mengizinkan penggunaan Bitcoin dalam bentuk apapun. Lalu mengapa? Berikut analisanya:
1. Sifatnya yang Anonymous
Bitcoin merupakan salah satu dari berbagai macam cryptocurrency yang beredar di pasar dunia. Mata uang yang lain contohnya adalah Ethereum, Litecoin, Monero, Dash, Panthomcoin, dll. Semua cryptocurrency memiliki kesamaan yaitu sifatnya yang anonymous. Dari namanya sudah terlihat bahwa cryptocurrency adalah mata uang yang terenkripsi yaitu sebuah bentuk pengamanan informasi dengan membentuk kode yang tidak dapat dibaca tanpa pengetahuan khusus. Dengan adanya enkripsi ini maka seluruh transaksi pada Bitcoin sangat sulit untuk diketahui informasinya. Hal itu akan berbeda jika kita melakukan transaksi dengan bank yang informasinya jelas terlihat (rekening ke rekening).
2. Penggunaan Tindak Kejahatan
Karena sifatnya yang anonymous dan informasi yang tidak dapat diakses dengan leluasa maka terdapat peluang untuk melakukan tindakan kejahatan dengan cryptocurrency. Penggunaan untuk transaksi narkoba, penyuntikan dana untuk terorisme dan transaksi-transaksi untuk kegiatan kejahatan lain tidak dapat diketahui dengan menggunakan Bitcoin. Hal itu karena Bitcoin bersifat anonymous dan berbeda dengan bank biasa. Bila kita bertransaksi dengan Bitcoin maka kita akan menggunakan Wallet yang merupakan alamat tempat penyimpanan cryptocurrency kita. Wallet tersebut dapat digunakan untuk menjual Bitcoin ke pasar secara langsung untuk mendapatkan cash. Transaksi dengan menggunakan Bitcoin terenkripsi dengan baik sehingga tidak dapat diketahui siapa yang mentransfer dan yang ditransfer. Hal itu berbeda dengan bank yang terlihat detail transaksinya nama pemilik rekening. Pemerintah dapat menggunakan kekuasaannya untuk melacak dan mengungkap detail transaksi dengan alasan hukum kepada bank. Nilai transaksi, nama pemilik rekening, waktu transaksi dan detail lain bisa didapatkan. Hal itu berbeda dengan Bitcoin yang sifatnya anonymous sehingga pemerintah tidak dapat mengetahui informasi dibaliknya. Hal inilah yang dapat digunakan untuk menjalankan tindakan kejahatan.
3. Instrumen Investasi yang Spekulatif
Harga Bitcoin yang naik secara drastis tidak membuat semua pihak setuju bahwa Bitcoin merupakan salah satu investasi yang valid. Belajar dari berbagai jenis sejarah investasi di masa lampau kita dapat menyimpulkan bahwa investasi Bitcoin sedang berada di masa bubble. Itu karena Bitcoin tidak memiliki nilai fundamental yang jelas dibaliknya. Hal tersebut memiliki risiko karena bisa saja Bitcoin akan turun harganya dan membuat masalah perekonomian ketika bubble itu pecah. Hal ini sudah dipelajari oleh Bank Indonesia sehingga melarang penggunaan Bitcoin karena sangat spekulatif. Jika bubble Bitcoin pecah akan banyak pihak yang dirugikan dan Bank Indonesia tidak menginginkan hal tersebut.
(Selengkapnya: Spekulasi Terbesar Dekade Ini, Bitcoin!)
4. Bank Sentral Tidak Dapat Mengendalikan Pasar
Kebutuhan dan suplai Bitcoin digerakkan oleh pasar dunia dan penambangan Bitcoin. Sifatnya yang anonymous dan lepas dari kebijakan pemerintah membuat Bitcoin sulit dikendalikan. Bank Sentral tidak menginginkan adanya instrumen keuangan yang tidak dapat diatur pergerakannya. Lain halnya dengan mata uang rupiah, Bank Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan untuk mengendalikan peredarannya karena sejatinya Bank Sentral yang membuat mata uangnya sendiri.
5. Terdapat Negara-Negara yang Melarang Bitcoin
Tidak hanya di Indonesia, Bitcoin juga dilarang atau dibatasi di beberapa negara besar seperti Rusia, Cina dan India. Alasan yang menjadi pertimbangan dilakukan kebijakan tersebut oleh pemerintah Cina, Rusia dan India relatif sama yaitu sifatnya yang anonymous dan spekulatif membuat sulitnya Bitcoin untuk dikendalikan. Namun negara besar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa melegalkan Bitcoin sebagai alat transaksi. Bila dilihat dari perspektif pemerintah maka Bitcoin memang berbahaya dan alasan itulah yang membuat banyak negara yang juga melarang penggunaan Bitcoin.
Kesimpulan:
Langkah Bank Indonesia dalam melarang Bitcoin merupakan hal yang bijak karena sifatnya yang sulit dikendalikan akan membuat hal-hal tak terduga terjadi. Untuk sementara ini Bitcoin dapat dilarang penggunaannya karena bersifat spekulatif dan belum terbukti kredibilitasnya sebagai instrumen investasi yang solid. Perlu adanya pengamatan lebih lanjut tentang keuntungan Bitcoin secara fundamental untuk membuat Bitcoin dapat diterima sebagai salah satu instrumen investasi yang baik.
0 komentar:
Post a Comment