Peter Lynch adalah salah satu investor legendaris yang pernah ada. Dalam karirnya mengelola reksadana, dana yang ia kelola tumbuh dengan rata-rata 29% per tahun dalam 13 tahun mengalahkan S&P 500 pada 11 dari 13 tahun karirnya. Sangat sulit bagi para manajer reksadana di Amerika Serikat untuk mengalahkan performa S&P 500 secara konsisten dalam jangka panjang. Oleh karena itu Peter Lynch dijuluki sebagai "Legenda Wall Street" karena kepiawaiannya dalam memilih saham yang akan naik. Dalam bukunya "One Up On Wallstreet" Peter Lynch membeberkan bahwa salah satu kesuksesannya adalah berinvestasi jangka panjang. Tidak hanya itu dia selalu membeli perusahaan yang bertumbuh karena dia percaya bahwa harga saham akan mengikuti kinerja perusahaannya.
Dalam karirnya sebagai manajer reksadana Peter Lynch membuat sebuah chart yang sekarang ini terkenal sebagai Peter Lynch Earnings Line. Jadi dalam chart tersebut Peter Lynch mengkorelasikan antara harga saham dengan EPS (earnings per share) atau laba bersih per saham yang ada di laporan keuangan. Setiap kuartal Peter Lynch memasukkan data EPS ke dalam chartnya yang akhirnya membentuk chart yang mampu mengetahui apakah harga sahamnya sudah mahal atau tidak. Data kuartal di Amerika Serikat berbeda dengan di Indonesia yang menggabungkan tiap kuartal menjadi satu. Di Amerika Serikat sistem laporan keuangan tiap kuartal adalah benar-benar pada saat periode tersebut. Misalnya saja di Indonesia laporan Q2 adalah dari Januari hingga Juni maka di Amerika Serikat yang dihitung untuk Q2 adalah dari April hingga Juni. Data EPS yang meningkat tiap kuartal adalah hal yang bagus karena itu berarti laba bersihnya bertumbuh. Chart Peter Lynch menggunakan rasio PER sebesar 15 yang merupakan PER normal dari setiap saham. Sehingga apabila harga saham diatas garis laba bersih maka harganya termasuk premium dan apabila harganya dibawah garis laba bersih maka saham tersebut bisa jadi undervalue.Chart Peter Lynch pada PNG
Disini saya memperlihatkan chart Peter Lynch bekerja pada salah satu saham yaitu Procter & Gamble (NYSE:PNG) tahun 1970-an. Dalam chart tersebut Peter Lynch mendefinisikan saham PNG sebagai saham stalwarts yang artinya laba bersih pertahunnya meningkat dengan moderat yakni 10-15% per tahun dan tidak secepat saham yang bertumbuh yang bisa tumbuh lebih dari 20% per tahun. Terlihat dalam chart tersebut bahwa laba bersihnya mengalami kenaikan dengan konsisten dan diikuti oleh harga sahamnya yang juga meningkat. Peter Lynch memberikan dua lingkaran pada chartnya yang artinya di lingkaran pertama saham PNG sudah naik terlalu tinggi dan bisa turun karena valuasinya yang mahal dan lingkaran kedua menandakan bahwa saham PNG sudah dibawah garis laba bersih yang artinya sudah murah. Dari chart ini Peter Lynch tidak menggenggam saham stalwarts seperti PNG ini selama-lamanya melainkan menjualnya ketika mengalami overvaluasi. Hal itu karena pertumbuhan laba bersih PNG tidak mampu untuk menopang kenaikan harga sahamnya dan akhirnya saham PNG harus turun terlebih dahulu kembali ke nilai wajarnya. Dari saham stalwarts seperti PNG ini Peter Lynch bisa untung 30-40% hanya dalam setahun namun akan sulit untuk mendapatkan tenbagger pada saham-saham seperti ini dengan cepat. Hal inilah yang membedakan Peter Lynch dengan Warren Buffett.
Chart Peter Lynch pada Procter & Gamble (PNG) |
Harga Saham Pasti Mengikuti Laba Bersih
Salah satu keyakinan yang kuat dari Peter Lynch adalah bahwa tidak ada hal yang lain selain laba bersih yang dapat mendongkrak harga saham sejatinya. Bisa saja suatu saham mengalami sentimen, makroekonomi, kondisi industri atau hal-hal lain yang membuat harga saham dapat naik dan turun namun semua itu tertuju pada satu yaitu kinerja perusahaan yang bermuara pada satu kata yaitu profit. Setiap perusahaan memiliki tujuan yaitu mencetak laba dan laba yang meningkat setiap tahun akan membuat nilai perusahaan semakin mahal bila dipikirkan secara logika. Namun banyak anomali dalam dunia saham yang akhirnya membuat berbagai investor menjadi tidak begitu percaya bahwa harga saham di bursa efek digerakkan oleh fundamentalnya. Banyak saham yang malah mengalami penurunan ketika laporan keuangan yang keluar memiliki nilai positif begitu pula sebaliknya ada perusahaan yang tidak jelas namun harga sahamnya meningkat dengan drastis. Memang ada tahun-tahun dimana harga saham cenderung turun atau stagnan padahal fundamentalnya masih bagus dan itu cenderung membosankan dan menyebalkan. Namun itu dalam jangka panjang harga saham selalu akan mengikuti fundamentalnya dan tidak pada sentimen yang ada.
(Lebih lanjut: Investasi yang Sebenarnya itu Sangat Membosankan)
Pembuktian Chart Peter Lynch di Saham Walmart (WMT) dan Home Depot (HD)
Bila diatas adalah chart PNG yang merupakan saham stalwarts dengan pertumbuhan moderat 10-15% per tahun maka chart di bawah ini akan terlihat berbeda karena Walmart di era 1980-an adalah saham bertumbuh yang konsisten mencetak pertumbuhan pesat dari tahun ke tahun. Dilihat dari chartnya maka akan lebih mudah melipatgandakan nilai investasi pada saham-saham seperti Walmart ini. Dalam berinvestasi pada saham seperti saham WMT maka yang kita harus lakukan adalah tetap memegangnya selama pertumbuhan masih pesat dan harga sahamnya tidak dihargai secara gila. Saham WMT di chart ini dihargai premium karena berada diatas garis laba namun hal itu masih tergolong wajar karena pertumbuhan WMT yang cepat. Jika pada chart Home Depot (HD) terlihat bahwa pada tahun 1985 Home Depot mengalami penurunan laba bersih dan harga sahamnya juga ikut turun. Ketika Home Depot membukukan kinerja yang meningkat kembali, sahamnya juga ikut terbang mengikuti laba bersihnya. Inilah bukti bahwa harga saham mengikuti fundamental perusahaannya.
Chart Peter Lynch pada saham Walmart |
Chart Peter Lynch pada saham Home Depot |
Chart Peter Lynch di Era Modern
Kendati Peter Lynch sudah pensiun namun chartnya masih banyak digunakan investor dalam menentukan valuasi saham dan prospek kedepannya. Bila anda ingin melihat chart Peter Lynch di saham-saham Amerika Serikat secara online maka anda dapat melihatnya secara gratis di Guru Focus. Di situ juga terlihat bukti bahwa laba bersih yang secara konsisten naik dari tahun ke tahun diikuti oleh kenaikan harga sahamnya juga. Menurut saya chart Peter Lynch masih sangat relevan dalam menentukan valuasi harga saham karena kita bisa melihat secara historis korelasi pergerakan harga saham dengan laba bersihnya. Namun agak susah untuk membuat chart ini karena membutuhkan data-data laba bersih pada tiap kuartal.
Chart Peter Lynch pada saham Apple |
Kesimpulan:
Dalam karirnya sebagai manajer reksadana Peter Lynch memberikan sebuah karya berupa chart yang dikenal sebagai earnings line yang mengkorelasikan antara harga dengan laba bersih per saham. Dari chart ini dapat diketahui apakah saham tersebut undervalue atau overvalue.
0 komentar:
Post a Comment