Tuesday, April 3, 2018

Tahun 2017 Emiten Retail Lesu

Emiten retail ternyata terbukti tidak bisa dikatakan sebagai emiten yang kebal terhadap ekonomi. Buktinya di tahun 2017 emiten retail membukukan kinerja yang menurun. Hal itu membuat berinvestasi di emiten retail juga memiliki risiko seperti halnya berinvestasi pada saham yang lain. Emiten retail yang didaulat sebagai perusahaan yang memiliki kekuatan ekonomi yang besar karena dapat bertahan di segala ekonomi ternyata tidak demikian. Bahkan hal tersebut juga melanda kinerja dari emiten retail yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari yaitu Alfamart (AMRT).

Retail

Kinerja Emiten Retail Menurun
Lihat saja kinerja dari Matahari Department Store (LPPF) yang membukukan laba turun -5% dan pendapatan hanya naik tipis 1%. Matahari Putra Prima (MPPA) yang mengoperasikan gerai Hypermart terpukul dengan pendapatan yang turun 7% dan malah merugi di tahun 2017 padahal di 2016 MPPA masih membukukan keuntungan. Lebih parahnya lagi adalah cerita mengenai emiten ritel Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) yang mengoperasikan gerai Alfamart membukukan laba anjlok -50% kendati nilai penjualannya meningkat sebesar 9% begitupula dengan anak usahanya yaitu Midi Utama (MIDI) yang mengoperasikan gerai Alfamidi. Padahal Alfamart dan Alfamidi merupakan gerai minimarket yang menjual barang kebutuhan sehari-hari di pinggir jalan. Seharusnya dengan ekonomi yang masih bertumbuh emiten seperti ini masih membukukan pertumbuhan. Namun nyatanya tidak. Kendati demikian emiten ritel seperti MAPI malah membukukan kenaikan pendapatan sebesar 15% dan laba bersih sebesar 60%

Menurunnya Daya Beli
Tahun 2017 merupakan tahun yang dikatakan sebagai tahun penurunan daya beli. Daya beli masyarakat pada tahun 2017 melemah dan itu berdampak signifikan terhadap retail yang menjual barang-barang kebutuhan walaupun kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari.Tercatat pada tahun 2017 konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,9% hal itu lebih menurun dibandingkan dengan tahun 2011-2013 yang pertumbuhannya bisa mencapai 5,3%. Selain itu terjadi perubahan tren berbelanja di kalangan menengah kebawah. Kelas menengah kebawah sekarang lebih suka mengirit dengan membeli barang yang murah ketimbang membeli barang yang branded. Oleh karena itu banyak emiten retail yang mengalami penurunan laba bersih kendati penjualannya meningkat.

Bersaing Dengan Toko Online
Tidak dapat dipungkiri bahwa kini toko online mulai mengambil pangsa pasar perusahaan ritel secara konsisten dari waktu ke waktu. Toko online tidak hanya menjual peralatan dan pakaian bahkan toko online juga bisa menjual makanan dan minuman. Kini zaman sudah semakin canggih dan orang-orang tidak perlu repot lagi untuk pergi ke luar rumah untuk berbelanja. Selain toko online besar toko online kecil-kecilan pun bisa mengikis pangsa pasar ritel. Saat ini sudah banyak orang-orang yang berbisnis dengan bermodalkan media sosial sebagai media pemasaran produknya. Bila tidak segera beradaptasi perusahaan ritel akan kalah bersaing dan kebangkrutan semakin di depan mata. Hal ini sudah terjadi di Amerika Serikat dengan banyak tutupnya mall-mall.

Kesimpulan:
Tahun 2017 merupakan tahun yang buruk untuk sektor retail karena banyak perusahaan yang membukukan kinerja buruk. Lemahnya daya beli, pergantian gaya berbelanja hingga kompetisi dengan toko online membuat sektor ini masih terlihat kurang bagus untuk investasi. Lebih baik investor wait and see dulu terhadap sektor ini.
Lokasi:indonesia Jakarta, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment