Akhir-akhir ini banyak pemberitaan mengenai investor yang menyatakan masalah mengenai adanya reverse stock split. Reverse stock split ini sudah dibahas dalam sebuah artikel yang menyatakan bahwa beberapa saham digabung menjadi satu saham dan tidak ada perubahan fundamental di dalamnya. Hal ini sama seperti menukarkan uang 5 lembar 2000-an dengan 1 lembar uang 10000-an. Secara nilai maka hasilnya sama saja namun jumlah lembarnya akan berkurang. Namun ada suatu permasalahan baru yakni manajemen yang melakukan reverse stock split di harga 50. Diyakini bahwa reverse stock split di harga 50 akan merugikan investor karena setelah melakukan reverse stock split maka harganya akan turun drastis. Namun secara teori melakukan reverse stock split tidaklah mempengaruhi fundamental dan terkadang ada keuntungan melakukan aksi tersebut. Lantas bagaimana reverse stock split di harga 50 apakah benar-benar merugikan investor?
Saham yang terparkir di harga 50 memberikan kenyamanan tersendiri bagi investor karena saham tersebut sudah masuk ke dalam batas bawah harga saham yang ada di bursa sehingga tidak bisa turun lagi. Memang secara kasat mata demikian karena harga 50 adalah harga terendah di pasar tunai. Dengan anggapan demikian investor akan merasa tenang karena di harga 50 saham tidak bisa turun lagi. Namun pada kenyataannya adalah di harga 50 dan tidak bergerak itu menandakan saham tersebut tidak ada yang ingin membeli di harga lebih dari 50 karena di harga 50 saham tersebut masih terlihat kemahalan. Seringkali kita melihat saham di harga 50 memiliki antrian offering yang sangat banyak dan sedikit transaksi karena tidak ada investor yang mau membeli. Ini adalah hal fana yang dipercaya investor yang membeli di harga 50 bahwa sahamnya murah namun pada kenyataannya tidak ada yang mau membelinya dan investor yang memilikinya kesulitan menjualnya karena antrian yang panjang di harga 50.
Analogi Sederhana
Saham yang ada di 50 merugikan perusahaan karena di harga 50 membuat kredibilitas perusahaan menurun. Lalu banyaknya antrian di harga 50 dan jarangnya transaksi serta harga yang tidak bergerak menandakan bahwa di harga 50 ini tidak mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Investor kelas atas tidak mau membeli saham di harga 50 karena di harga 50 perusahaan tersebut kemahalan. Analoginya sederhana, sebuah perusahaan dengan 10 miliar lembar saham dan harga Rp 50/lembar memiliki kapitalisasi Rp 500 miliar. Tapi perusahaan tersebut hanya membukukan laba bersih setahun sebesar Rp 5 miliar yang membuat PERnya 100 dan sahamnya terlihat mahal. Terlihat jelas bahwa di harga 50/lembar bahwa saham tersebut mahal dan jika manajemen membutuhkan pendanaan melalu penerbitan saham baru tidak akan bisa menggunakan harga 50 karena itu terlalu mahal dan investor kakap tidak akan mau membelinya karena itu tidak mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu diadakanlah reverse stock split yang membuat harga sahamnya akan diperdagangkan tanpa limit bawah dan merefleksikan nilai aslinya. Dalam kasus tadi manajemen melakukan reverse stock split 20 banding 1 yang menyebabkan jumlah lembar sahamnya menjadi hanya 500 juta lembar dengan harga saham 1000. Eh ternyata harga sahamnya setelah dilakukan reverse stock split harganya turun besar menjadi 200 yang turun -80% namun dengan turunnya harga saham tersebut maka nilai kapitalisasi pasarnya juga akan turun menjadi Rp 100 miliar dan sekarang diperdagangkan dengan PER 20 yang masih dalam kategori normal dan menjadi likuid serta seimbang antara investor yang mengebid dan menawarkan sahamnya.
Hal itulah yang dikhawatirkan investor terutama investor retail mengenai -80% tersebut akan menghancurkan nilai investasinya. Namun padahal kenyataannya di harga 50 saham tersebut memang tidak merefleksikan nilai sesungguhnya dari perusahaan tersebut. Sebenarnya jika tidak ada batas bawah harga saham maka saham harga 50/lembar tersebut bisa turun hingga 10/lembar. Dalam hal reverse stock split management sebenarnya tidak salah karena hal trsebut dilakukan untuk menarik perhatian investor baru yang menyetorkan modal baru untuk keberlangsungan operasi perusahaan. Disini sebenarnya investor retail tidak merugi karena memang pada dasarnya di harga 50 ivestor yang memiliki sahamnya tidak bisa menjualnya yang artinya harga 50 itu hanyalah tipuan semata. Sedangkan harga yang turun menjadi 200 itu merefleksikan benar nilai perusahaan yang sesungguhnya dan akhirnya investor bisa menjualnya walaupun dengan kerugian.
Kesimpulan:
Memang reverse stock split di harga 50 sangat menyakitkan namun itulah risiko yang harus diterima seorang investor yang membeli saham gocap. Saham di harga 50 bukanlah saham yang murah meskipun terlihat murah karena saham tersebut tidak mencerminkan nilai asli perusahaan.
0 komentar:
Post a Comment