Thursday, September 22, 2016

GAS MURAH, NEGARA CUAN, INDUSTRI MERIAH. MASIH TAKUT APA ?




Catatan sahampemenang :  gas murah, negara surplus, industri meriah, bei ceriah, lantas masih tunggu apa ? takut dengan siapa ? Sudah berbulan-bulan dunia industri menanti realisasi paket ekonomi gas murah ini.


Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, harga gas yang murah bisa meningkatkan penerimaan negara. Ia menilai, gas yang murah bisa meningkatkan daya saing industri. Sektor industri yang memanfaatkan gas pun bisa tumbuh lebih besar yang pada akhirnya bisa menyumbang pendapatan yang besar ke negara.

Pernyataannya ini diakui Airlangga didasarkan pada kajian yang telah dilakukannya bekerjasama dengan LPEM Universitas Indonesia.

"Skenario sudah dibuat, sedang disampaikan dan akan segera dibahas," ujar Menperin Airlangga, di kantorny, Jakarta Selatan, Kamis (22/9/2016).

Kementerian Perindustrian dengan LPEM UI telah melakukan kajian dampak penurunan harga gas bumi terhadap penerimaan negara dengan asumsi harga gas rata-rata saat ini USD 9,5/MMBTU dan kurs USD 1 = Rp. 13.300 menggunakan metode perhitungan input-output Indonesia BPS 2013 dengan subject seluruh industri pengguna gas bumi.

Perhitungan LPEM UI yang mencakup seluruh industri hulu-hilir dan hasilexercise Staf Ahli Menteri ESDM di sektor hulu terdapat kesesuaian trend. Untuk skenario harga US$ 4,-/MMBTU di sektor hulu, negara akan kehilangan penerimaan sebesar Rp. 12.58 T.

Sedangkan menurut perhitungan LPEM UI di sektor hulu dan hilir, apabila harga gas tidak diturunkan, negara hanya akan menerima sebesar Rp 53.86 triliun. Akan tetapi, apabila diturunkan menjadi US$ 4 per MMBtu negara akan mendapatkan penerimaan dari multiplier effect sebesar Rp. 85,84 triliun. Sehingga ada surplus penerimaan sebesar Rp 31,97 triliun.

Skenaro kedua, jika harga gas menjadi US$ 5 per MMBtu, negara akan mendapatkan penerimaan dari multiplier effect sebesar Rp 71,84 triliun, tetapi bila tidak diturunkan menjadi US$ 5 negara hanya akan menerima sebesar Rp 44,88 triliun. Sehingga ada surplus penerimaan sebesar Rp 26,64 triliun.

Skenaro ketiga, jika harga gas menjadi US$ 6 per MMBtu, negara akan mendapatkan penerimaan dari multiplier effect sebesar Rp 57,23 triliun, tetapi bila tidak diturunkan menjadi US$ 6 negara hanya akan menerima sebesar Rp 35,91 triliun. Sehingga ada surplus penerimaan sebesar Rp 21,32 triliun.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit mengatakan perhitungan ini didasarkan pada kondisi riil industri tahun 2013 dimana rata-rata utilisasi industri mencapai �70%. Apabila harga gas diturunkan maka utilisasi akan meningkat dan menambah pendapatan negara secara signifikan dari sektor industri.

Sigit mengatakan, harga gas yang diinginkan sektor industri berdasarkan nilai keekonomian idealnya berkisar US$ 4 - 6 per MMBTU. Sedangkan biaya distribusi atau transporter/trader diberikan harga batas atas (ceiling price) yang ditentukan oleh pemerintah dengan memperhatikan daya saing industri nasional.

"Kita juga mempunyai asumsi seperti itu dalam rangka penurunan harga gas itu bahwa harusnya toll fee harusnya seperti itu. Jadi mau yang panjang, pendek, bayarnya dua dolar sehingga kita mempunyai ancer-ancer kalau harga gas di hulu US$ 4 tentunya di industri pemakai bisa US$ 6. Tentu kembali lagi kepada ESDM karena Kemenperin menghitung cost and benefit secara keseluruh," kata Sigit.

"Kita menghitung dari input dan output. Di sana kita dapatkan angka angka bahwa apabila diturunkan menjadi US$ 4, ternyata dari penerimaan negara bisa meningkat Rp 30 triliun dalam satu tahun. Ini mengandalkan invetasi baru. Dengan harga gas turun, investasi akan masuk dan penerimaan akan meningkat," imbuh Sigit

detik 22/9

0 komentar:

Post a Comment