Dalam value investing, investor akan menemui banyak perusahaan yang terlihat murah dengan nilai PER (Price to Earning Ratio) yang rendah. Nilai PER merupakan salah satu kategori dalam menentukan apakah saham suatu perusahaan itu murah atau tidak. Nilai PER yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki harga yang rendah dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkannya. Sebaliknya nilai PER yang tinggi menunjukkan bahwa suatu perusahaan dihargai tinggi dibandingkan dengan laba bersihnya. Terlihat simpel bukan? Dalam teori, investor hanya tinggal membeli saham yang memiliki nilai PER yang rendah dan mendapatkan keuntungan. Hal itu karena saham yang memiliki nilai PER yang kecil memiliki tingkat balik modal yang cepat. Misalkan saja suatu saham memiliki PER sebesar 5 maka jika perusahaan tersebut membukukan laba bersih yang tetap dari tahun ke tahun maka dalam 5 tahun investasi akan kembali. Lain halnya dengan saham yang memiliki PER 20 maka jika labanya tetap maka butuh 20 tahun untuk balik modal jika asumsi labanya tetap.
Undervalue atau Value Trap? |
Selengkapnya: Kelebihan PEG Ratio Dibandingkan PE Ratio
PER Rendah, Ekspektasi Rendah
Saham dengan nilai PER yang rendah biasanya memiliki ekspektasi yang rendah juga. Begitupula sebaliknya saham yang memiliki PER yang tinggi memiliki ekspektasi yang tinggi juga. Saham dibawah nilai PER 10 mencerminkan bahwa saham tersebut undervalue atau investor tidak optimis terhadap kinerja dari perusahaan sehingga dihargai murah. Kebanyakan saham dengan nilai PER dan PBV yang rendah juga memiliki kinerja yang kurang bagus yaitu sulit mencetak kenaikan pendapatan dan laba atau malah terjadi penurunan. Sehingga harganya sejalan dengan kinerjanya. Percuma saja sebuah saham dihargai rendah dan terlihat terdiskon namun kedepannya perusahaan tersebut akan mengalami penurunan laba atau yang lebih parah mengalami kerugian. Saham yang tadinya terlihat murah dari kinerjanya di masa lalu akan menjadi terlihat mahal di masa depan karena kinerjanya yang jelek. Namun tidak semuanya demikian, jika semuanya demikian maka tidak ada namanya value investing yang mencari saham undervalue.
PER Besar, Ekspektasi Besar
Begitu pula dengan saham yang memiliki PER besar maka investor memiliki harapan besar terhadap saham tersebut. Mungkin saham tersebut terlihat mahal sekarang namun di masa depan saham tersebut akan terlihat murah karena kinerja perusahaan yang bagus. Misalnya saja saham perusahaan dihargai dengan PER 30, namun jika tahun berikutnya laba naik 100% dan harga saham tetap maka PERnya akan menjadi 15, laba naik 100% lagi maka PER akan menjadi 7,5. Itu hanyalah contoh karena sulit sekali menemukan perusahaan yang tumbuh 100% secara konsisten. Investor selalu mengedepankan masa depan dibandingkan harga yang sekarang. Namun jangan terlalu membayar mahal karena pertumbuhannya yang cepat karena risiko selalu ada dan terlalu mahal tidak akan memberikan imbal hasil yang baik. Itu sudah terjadi di pasar saham Amerika Serikat pada saat bubble dot com meletus banyak saham yang dihargai dengan PER lebih dari 50! Akhirnya saham tersebut turun dan mondar-mandir hingga satu dekade lebih, hingga pertumbuhan laba bersih menyamai pertumbuhan harga saham dan harga sahamnya kembali naik. Demikian juga PER yang besar tidak semua didasari oleh ekspektasi yang besar. Ada pula saham yang memiliki PER besar namun jika dilihat dari kinerja tidak ada hal yang spesial, ini hanyalah permainan pelaku pasar dan saham-saham seperti ini harus dihindari.
Kesimpulan:
Saham dengan PER yang kecil merupakan awal dari saham yang murah. Perlu adanya investigasi dan analisa lebih lanjut mengenai prospek emiten sebelum membuat keputusan bahwa sahamnya undervalue. Hal itu karena yang dilihat adalah masa depan bukan hanya sekarang, bisa saja laba yang dihasilkan sekarang besar namun kedepannya kecil dan begitupula sebaliknya.
0 komentar:
Post a Comment