Emiten konstruksi sudah memberikan laporan keuangan untuk tahun penuh 2017 dan hasilnya sangatlah bagus. Rata-rata emiten di sektor konstruksi mencatatkan kinerja yang bagus dengan nilai pendapatan, laba bersih dan nilai kontrak yang meningkat. Bahkan ada beberapa emiten konstruksi yang mencatatkan kinerja triple digit dengan kenaikan ratusan persen seperti ACST, PPRE, WEGE dan WSKT. Kenaikan itu karena banyaknya proyek yang ditangani di tahun 2017 dan pemerintah ters mengadakan proyek-proyek baru dari pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan hingga pembangkit listrik. Di tahun 2018 ini diprediksi bahwa pemerintah justru akan mengebut pembangunan tersebut karena di tahun 2019 akan diadakan pemilihan umum. Pemerintah akan berusaha untuk menyelesaikan banyak proyek di tahun 2018 agar pemerintah dapat menunjukkan hasil kerjanya ke publik.
Kendati di tahun 2017 kinerja emiten konstruksi bisa dikatakan cemerlang namun itu malah bertolak belakang dengan pergerakan harga sahamnya. Sepanjang tahun 2017 sektor konstruksi mencatatkan kinerja buruk dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Isu-isu jelek seperti arus kas yang negatif ataupun keraguan akan kemampuan pemerintah dalam membayar proyeknya menjadi penghambat sektor ini untuk melaju. Akibatnya banyak saham sektor konstruksi yang mencatatkan kinerja saham dibawah laju IHSG atau bisa dikatakan underperform. Padahal sektor konstruksi di sepanjang tahun 2017 merupakan sektor yang mencatatkan kinerja tertinggi dan merupakan sektor yang bertumbuh.
Valuasi Menjadi Murah
Penurunan harga saham konstruksi sangat bertolak belakang dengan fundamental perusahaannya. Ketika saham konstruksi mencatatkan kinerja bertumbuh 20% lebih harga sahamnya malah turun 20% lebih. Mungkin ini adalah bentuk sebuah kekhawatiran ditambah lagi dengan adanya kecelakaan kerja yang ada pada sektor konstruksi sehingga pemerintah akan memberikan sanksi kepada para kontraktor. Namun sentimen-sentimen tersebut terlalu berlebihan karena ada saham sektor konstruksi yang sama sekali seharusnya tidak terpengaruh namun tetap saja mengalami penurunan yaitu saham PTPP. Selama 5 tahun PTPP tidak mengalami negatif cashflow dan terus bertumbuh namun tetap saja sahamnya di tahun 2017 kalah dengan IHSG. Hanya ada satu alasan, yaitu PTPP berada pada sektor konstruksi karena sektor konstruksi memang sahamnya berkinerja jelek di tahun 2017.
Namun kabar gembira dari performa yang jelek tersebut adalah saham konstruksi kini dihargai dengan sangat murah. Saham-saham konstruksi yang tadinya dihargai dengan PER 20-30 kini hanya dihargai dengan PER dibawah 15 dan bahkan ada saham konstruksi seperti WSKT yang dihargai dibawah PER 10. Untuk saham WSKT ini sebenarnya wajar dihargai lebih murah karena risikonya lebih tinggi dengan banyaknya proyek turnkey yang membuat arus kasnya jelek dan banyaknya kecelakaan kerja sehingga berinvestasi di saham WSKT sangat berisiko, namun kinerjanya di tahun 2017 sangatlah bagus.
Manajemen Memproyeksikan Tetap Berumbuh di 2018
Ketika fundamental bagus namun harga saham turun maka anda perlu mempertanyakan sebuah pertanyaan terpenting yaitu bagaimana proyeksi ke depannya? Fundamental berkaca pada data di masa lalu dan harga bisa menjadi acuan ekspektasi para investor. Jika proyeksi kedepannya bagus maka harga sahamnya yang turun merupakan peluang dan jika proyeksinya buruk maka harga sahamnya wajar untuk turun. Untuk skenario saham konstruksi ini maka pilihannya jatuh pada yang pertama. Manajemen-manajemen perusahaan konstruksi tetap optimis bahwa di tahun 2018 nanti mereka akan mencatatkan kinerja yang tetap bertumbuh dengan pertumbuhan pendapatan, laba bersih dan nilai kontrak baru. Rata-rata manajemen perusahaan kontraktor membidik kenaikan 20% untuk pendapatan dan nilai kontrak. Laba bersihnya tentu saja juga bisa naik dan bahkan bisa melebihi pendapatan apabila profit margin meningkat. Apa jadinya bila suatu saham dihargai PER 15 namun pertumbuhannya 20%? Maka nilai PEGnya dibawah satu yang artinya undervalue dan layak untuk investasi.
Penerimaan Pembayaran yang Membuat Arus Kas Positif
Di tahun 2018 arus kas emiten konstruksi akan lebih baik dibandingkan di tahun 2017 karena kontraktor akan menerima pembayaran proyek yang selesai di tahun 2018 ini dan itu akan membuat arus kas menjadi positif. Bahkan emiten seperti WSKT yang memiliki sejarah arus kas negatif akan mencatatkan arus kas positif sebesar Rp 3 triliun menurut manajemennya. Ini merupakan berita yang baik karena arus kas yang positif merupakan suntikan modal yang besar untuk kinerja kontraktor di masa yang akan datang.
Kesimpulan:
Saham konstruksi mencatatkan kinerja yang bagus di tahun 2017 namun harga sahamnya malah turun sepanjang tahun itu. Akibatnya nilai harga saham emiten konstruksi menjadi murah meriah dan menjadi layak untuk investasi. Selain itu emiten konstruksi juga sepertinya tetap akan membukukan pertumbuhan bisnisnya di tahun 2018. Ini merupakan peluang yang besar pada saham konstruksi karena sahamnya murah namun kinerjanya tetap bertumbuh.
0 komentar:
Post a Comment